MAK

mak,ada celurit di dada langit
bukan nak,itu bulan sabit
milik siapakah itu mak
milik mendiang bapakmu nak
...aku minta mak
jangan nak
karena kita tidak punya sawah
sawah kita kemana mak
kenak gusuran pemerintah nak
pemerintah itu jahat ya mak
,........

mak,aku mau ambil sabit di dada langit
sekalian mau ambil sawah dari pemerintah

*kau pakelah caping biar tidak panas nak*

BUNUH DIRIKU-MENGHUKUMMU

kamar itu sebuah kost-kostan; bentuknya bukan resmi tapi semacam rumah biasa yang di kostkan, sebuah kasur yang teramat tipis karena beberapa tahun telah dipakai, usang dan bergelambir ditiap sisi-sisinya, sebuah almari sangat sederhana dari triplek tipis, lumayan buat menyimpan beberapa pakaian dan buku, meja dengan komputer,serta sound system simbada.

hari minggu, lengang dari para penghuni kost,telah aku rencanakan dengan matang beberapa hari sebelumnya, sebuah tali rafia yang telah keluar dari uji validitas kekuatan menyangga beban 50kg, meja komputer aku angkat ke tengah kamar kost, tepat dibawah belandar yang menyilang, aku buat tumpuan kedua kaki, berdiri tegak, sementara kedua tanganku membimbing kepalaku masuk dalam lingkaran tali rafia, aku eratkan jeratannya di leher, tak ada sedikitpun sisa jarak antara tali rafia dan kulit leher yang melingkar 180derajad, tak ada detak jantung yang menghentak-hentak, keringat yang menjalar ataupun pikiran gila yang menggelayut dalam tempurung otakku.

dua hari sebelumnya telah aku pelajari kejiwaan semacam itu, aku buka dan baca kembali beberapa refrensi yang banyak mengurai tentang mengendalikan perasaan sekaligus memantabkan mental dan pikiran, dari mulai buku-buku yunani kuno, pengetahuan modern sampai pada buku-buku mistisisme dari arab sampai jawa dan berhasil, aku telah sangat mampu mengendalikan diriku, aku adalah milik aku sendiri tak ada satu entitaspun yang berhak atas aku, aku adalah tuan atas diriku sendiri, begitulah kata hatiku setelah menulis satu nama dalam sobekan kertas, ya sebuah nama, sebuah nama yang sengaja aku siapkan, aku tulis dengan tinta pena hitam, tepat ditengah dengan tulisan tangan sederhana.

secarik kertas itu, seolah berisi tulisan raja dan mantra, aku pegang dengan tangan sedikit gemetar, aku taruh dengan hormat dan hati-hati ditengah atas meja komputer, kertas itu sekarang, saat aku berdiri diatasnya berada diantara kedua kakiku yang sedikit berjinjit, tubuhku lurus berdiri, leher sedikit aku panjangkan serta mendongakkan kepala keatas, sial nyamuk tidak sopan menggigit kecil betisku yang bertelanjang celana, tubuhku sedikit goyang-limbung, lingkaran tali rafia semakin menjerat dan melukai kulit leherku, memulasnya berwarna merah-biru, terasa sakit, tapi sedikit. berkali-kali aku goyangkan betisku tapi gigitan nyamuk itu tak mau beranjak, semakin menembus kulit ariku, tali rafia juga semakin kejam menghujam leherku, kini tidak hanya merah-biru tapi juga memar dan sedikit darah keluar dari celahnya, keringatku mulai melahar (oh ya, kamar kostku sangat panas, masuk didalamnya seperti masuk dalam oven) dimulai dari kulit kepala, mengalir melalui celah telinga sebelah belakang dahi dan tengkuk, lelehan keringat hampir bersamaan mengeroyok luka melingkar dari libasan tali ravia, perihnya tak bisa aku tuliskan dan gambarkan dalam kata-kata, sangat perrih, tiba-tiba aku susah bernafas, nafas dalam tenggorokanku seolah dibendung tiba-tiba, aku mengeluarkan suara-suara mengorok seperti orang disembelih, mataku dipenuhi seribu lebih kunang-kunang melayang-terbang dengan riang, sebentar muncul sebentar menghilang, gelap dan pekat sekilas nampak nyata, ini bukan halusinasi atau imajinasi pikirku, karena perih itu masih terus menjalar sampai ke ulu hati, juga ini bukan kamuflase optic kedua mataku, okelah kunang-kunang itu merupakan kamuflase, tapi jedah hitam pekat itu nyata, itu akibat dari tali rafia yang semakin garang menyumbat tenggorokanku, aku tak merasakan lagi gigitan nyamuk, mungkin sudah kenyang kemudian melarikan diri, atau mungkin masih menghisap, inginya menghabiskan dengan tandas darahku, tapi apalah daya, kantong yang dibawanya tak mencukupi semuanya, "rasa sakit itu persepsi" kataku menghibur diri, pertama rasa sakit itu muncul karena gigitan nyamuk, setelah itu tergantikan olah rasa sakit yang lebih kuat dari gigitan nyamuk, maka berpindahlah rasa sakit itu ke leherku yang kini banyak mengeluarkan darah, wajahku tiba-tiba menjadi hangat kemudian panas, darah mulai mengalir dan bermuara dikepala dan berhenti mengalir dengan tiba-tiba, "ah, sebentar lagi aku akan mati, karena aliran darahku tersumbat, tidak ada pilihan lain, semua celah yang ada dikepala pasti dimasuki" maka mengalirlah darah itu, pertama-tama dari celah mata, aku seperti penampakan patung yesus dalam Video clip lagu November Rain-nya Guns'roses, aku kejap-kejapkan kelopaknya, hanya ingin membuktikan serta memastikan dan ternyata benar, "ini bukan air mata, tapi ini nyata darah" pekikku dalam hati, setelah aku alihkan perhatianku kecelah selanjutnya dikepalaku, "terlambat, darah sudah mengalir dari celah telinga, sekarang sudah menetes diatas pundak, terasa hangat" bibirku menggumam tidak jelas, seolah darah telah menjadi lem kayu ampuh untuk membungkam mulutku, tidak rela mengucapkan kata penghabisan, darah yang keluar melalui celah hidung itu tahu bahwa aku sudah tidak punya apa-apa untuk diwasiatkan apalagi di wariskan.

kepalaku yang tadi mendongak, kini dengan perlahan menunduk, tenggorokanku masih menggemakan suara seperti orang disembelih, darah yang keluar dari semua celah kepala mengalir deras, menetes membasahi meja yang aku injak, juga diatas sehelai kertas yang aku tulis sebuah nama itu tadi, "biarlah, biarlah tetesan darah ini menjadikan kematianku sangat dramatis-histeris, sebuah coretan tangan diatas sehelai kertas kemudian diwarnai dengan tetes-tetes darah disana-sini, menambah keseriusan akan perasaanku kepadanya, saat para tetangga menemukan mayatku tergantung seperti ini, leher terjerat tali rafia, dengan lelehan darah di beberapa celah kepala, menambah mencekamnya susana, apalagi kemudian beberapa orang mengambil kertas dengan taku-takut dan tangan gemetar, membacanya, aku yakin kedua mata mereka akan terbelalak, jantung mereka berdegup kencang, kemudian mendesah-menghembuskan nafas dalam-dalam, aku yakin itu. dan separuh dari orang-orang itu akan menanyakan aku, juga nama yang tertera dalam secarik kertas itu yang dihiasi ornament darah asli, pasti sempurna aku menghukumnya, saat orang yang mempunyai nama yang tertera diatas carik kertas itu melihatku, kemudian membaca namanya sendiri, pasti dia akan berteriak histeris, menangis meraung-raung, menjambak dan menarik-narik rambutnya, melolong dan meneriakkan sebuah nama, ya namaku akan diteriakkan, akan didengarkan oleh telinga-telinga yang hadir disitu ataupun yang tidak hadir, apalagi ada wartawan dengan sengaja meliput aksi bunuh diriku, sudah dipastikan namaku akan tertera dengan gagah disalah satu halaman koranya, betapa hebat namaku, melayang-layang, diteriakkan dengan sepenuh kekuatan perasaan, ditulis dengan mata berkaca-kaca, juga diterima oleh telinga dengan dada berdegup tidak karuan macam dan ragamnya.

"kau salah hey darah yang bersimbah melalui seluruh celah dalam kepala, kau salah besar kalau aku tidak punya apa-apa dan tidak berhak mewarisi apapun, kau dengarlah hey darah yang bersimbah, aku telah wariskan dua hal dalam aksi bunuh diriku, pertama, aku wariskan rasa bersalah dan penyesalan yang teramat sangat ke dalam dada si empunya nama diatas kertas itu, yang kedua, tulisanku ini, ya tulisan ini adalah warisanku terahir,….aku menang" Aku tertawa, tapi hanya dalam hati, mulutku telah terkunci rapat, hitam kelam dengan lembut dan lamat-lamat hadir kemudian menguasai kedua mataku, gelap, gelap, gelap,…..pekat.

HEGEMONI

moralitas
etika
dan kesopanan
hanya sampah,berbau busuk
dihirup saban hari
dalam lipat perut menuntut

ah!!
hancurkan saja

semua keluar dari dubur penguasa

jangan!!
aku mohon jangan,
berpikir penguasa adalah petinggi negara
itu hanya badan tanpa kepala
menganga

ITU adalah seolah nafas
mustahil dipisah antara badan dan nyawa

TENTANG CELANA DALAM

berkibar lenggang, malu-malu, angin tengah hari kotaku yang menyemburkan percikan neraka sedikit bocor menggodanya, dengan usapan lembut, walaupun begitu dia tetap seolah riang ditempatnya, tak ada sama sekali bau keringat, apalagi lelehannya yang membayangi permukaannya, tidak langsing tapi sungguh teramat indah bagi yang memandangnya dengan mata yang haus akan hasrat primitif yang mengeram dalam tempurung otaknya. bentuknya menyalahi standart kecantikan dan keindahan masa kini tak lain adalah perpaduan harmonis antara latar historis si mata memandang dengan persepsi masa kini tentang hasrat,sedikit banyak motif yang membangun objek tersebut juga mewarnai persepsi sehingga membawa kesimpulan, indah.

selama dua hari otakku dipenuhi fenomena keindahan itu, selain warnanya yang berbeda--hari pertama berwarna hitam, hampir menyerupai gelap, merah muda denga cita rasa sedikit pucat dihari selanjutnya-- motifnya tetap sama, dipelipit sebelah dalamnya terdapat rendai-rendai tembus pandang menandakan jemari yang menyulamnya sangat terampil dan lihai juga menambah kecantikannya.

tidak!!
sama sekali aku tidak berpikiran orang yang memakainya, sengaja aku keluarkan pikiran itu dari otakku, sekuat tenaga tersebab sekali pikiran itu kembali akan terjadi bencana; pertama, bilik termenungku (kamar mandi)--yang biasa aku istilahkan ruang pengakuan bisu mengenai hasrat--akan terperangah dengan coretan sperma yang menghiasi wajahnya, seandainya dia bisa bicara dia hanya mengeluarkan seruan hanya dengan dua kata "kau kejam!!"

kedua, bahwa aku akan menggangu si empunya celana dalam itu--walaupun tidak dalam artian fisik-psikis, akan tetapi pikiranku cukup lihai menelanjangi tubuhnya walaupun rapat terbungkus baju dari arab sekalipun dengan tanpa disadari oleh si empunya; pikiranku dengan ragam keistimewaan yang dibawanya (innate) mampu menjangkau dikedalaman penutup,pembungkus tubuhnya; jangan hanya secarik kain, tembokpun mampu ditembusnya dengan tanpa kesulitan. setelah telanjang apalagi yang dilakukan bagi mata-mata serta dada yang dipenuhi dengan keindahan hasrat priomitif yang menggebu, kalau bukan menikmati dan mencerecap sarinya hingga tandas, tanpa berbelas kasihan terhadap air mata pemberontakan yang dikelaurkannya, tapi beruntungkalah aku tidak sampai melakukan kekejaman persepsi yang semacam itu.

aku yakin tragedi yang terahir inilah yang akan menimbulkan banyak perdebatan; munculnya aturan perempuan dilarang memakai baju yang mini (merangsang), disapritas lelaki dengan perempuan, dengan akibat (secara historis) perempuan berada dibawah laki-laki,komitmen perjuangan inil yang kemudian hari me/dinamai Feminisme, dan masih banyak ragam lainnya, silahkan ditambah sendiri deretannya.

perlu dicatat, bahwa persepsi dan bayang-bayang kedua celana dalam itu masih menggelayuti pikiranku, dengan lembut, laiknya semilir angin sore dengan beberapa bercak panas didalamnya sengaja mengipasi hasrat dalam dadaku, hasrat keindahan yang substansinya sama seperti saat aku melihat indahnya keindahan gunung, birunya laut.


aku ingat istailah yang diberikan R. Barthes, bahwa pengalaman yang demikian mirip dengan HASRAT SEKSUALITAS TANPA AURA,dan seperti inilah pencerapan kemurnian keindahan yang ditimba dari karya sastra terkait dengan obyek tubuh, yang istilah umum disebut dengan "tak-bermoral" tersebab terlalu mengekspose secara verbal sesuatu yang harus ditutupi seolah dengan niscaya, menurutku.

MELUKIS NEGERI DENGAN IMAGINASI KANFAS TERBALIK

dinegeriku banyak orang melakukan keganjilan, amoral dan irasional (dalam logika tradisional) yang kemudian seolah dijadikan standart tingginya status dan diperlakukan dengan sangat istimewa, pemegang pimpinan struktur dalam pemerintahan adalah orang-orang yang (harus; telah) melakukan kejahatan dan kekejian, semakin orang tersebut melakukan kejahatan dan kekejian tingkat tinggi, semakin melejitlah posisi dan kedudukannya; seorang presiden harus terlebih dahulu telah melakukan pembunuhan masal dengan cara meminjam tangan orang lain atau sistem dan struktur lain; pembunuhan masal ini bisa dilakukan dengan cara menaikan dengan setinggi-tingginya harga makanan pokok atau dengan menyewa teroris memasang bom dan peledak didaerah atau wilayah-wilayah padat penduduknya, dari sini mengakibatkan gangguan keamanan sekaligus mencengkram psikis dengan perasaan cemas bahkan ketakutan juga akan mengakibatkan kelaparan masal, kelaparan masal adalah semacam takdir yang harus diterima dengan lapang dada dengan standart keimanan yang semakin tebal; walaupun banyak memakan korban jiwa dan nyawa. "Bukankah untuk meraih sesuatu yang berharga harus ada yang dikorbankan???"

akhirnya negeriku kehilangan separuh dari populasi masyarakatnya karena kelaparan; yang lainnya terancam pembunuhan (ingat negeriku, para pembesarnya harus melakukan kejahatan yang sangat potensial untuk mendongkrak jabatannya) pembunuhan. tiap hari ada nyawa yang melayang nyaris diatas sepuluh biji, tubuh-tubuh renta tergeletak dipinggir jalan tanpa kepala, suatu ketika juga tanpa bagian dalam dari tubuhnya, karena harus diimpor ke luar negeri dengan harga yang sanga mahal, lebih mahal dari harga beras dan bahan makanan pokok lainnya.

ya,..begitulah sedikit secara singkat aku ceritakan keadaan di negeri aku dan sebentar lagi kita akan menyaksikan upacara akbar penyematan sebagai bapak bangsa presiden kita. upacara akbar ini akan dilaksanakan dengan hikmat di alun-alun ibu kota saaat malam bulan purnama penuh dan harus dihadiri oleh semua masyarakat dari seluruh penjuru tanah air, anak-anak kecil, tua dan muda, tidak ketinggalan juga orang-orang panti dan jompo; tegasnya semua harus menyaksikan, dengan ancaman "siapapun yang hadir akan diberi sekantong beras" ancaman ini cepat membuat nyawa-nyawa yang sudah tidak betah mengeram dalam tubuh mengeluarkan air liurnya.

maka berkumpullah pada malam itu; malam yang cerlang gemintang dengan bulatan bulan penuh, lampu-lamu bola disekeliling alun-alun menyala redup tapi cukup mampu menerangi beberapa ribu orang yang mulai berbondong-bondong menghadiri upacara akbar tersebut, selain pulang akan membawa sekantong beras juga ingin melihat bagaimana rupa dan warna kulit presiden mereka, seorang presiden yang membuat air mata membuncah saat mulut dan lidah tiap kali mengucapkannya namanya.

Ditengah alun-alun terlihat kepunden, undak-undakan berbentuk karucut, hampir menyerupai piramida mesir, "lihat ada seseorang yang berdiri diatas undak-undakan itu" teriak seorang dalam kerumunan yang diikuti semua mata memandang dengan arah yang sama. Seorang lelaki separuh baya berdiri bertelanjang, berdiri tegak menghadap munculnya bulan purnama; kulitnya yang putih halus, bercahaya terpias cahaya bulan; wajahnya yang bersahaja, mulutnya dan bibirnya yang mungil selalu menyungging senyum.

"selamat datang, bapak ibu saudara dan adik-adik sekalian" tiba tiba suara perempuan menggeletar, menyerobot kesadaran semua mata yang memandang kearah lelaki yang berdiri bertelanjang itu melalui telinganya, " kami mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran saudara-saudara sekalian dalam acara penyematan tanda Bapak Bangsa presiden kita" suara seorang wanita lembut mendayu dengan intonasi mirip saritilawah dalam pengajian-pengajian, "sebelum upacara penyematan ini dilakukan, kami berharap bapak ibu saudara sekalian menata diri mengelilingi kepunden yang berada di tengah-tengah lapangan, mohon untuk tidak mengucapkan sepatah katapun, karena upacara akan segera dilaksanakan tepat pada saat bulan purnama diatas kepala presiden kita".

Suara wanita pembawa acara itu Ibarat mantra sihir, sesaat setelah hilang suara itu, tertinggal hanya dengung microphone segera dilakukan oleh semua yang hadir disitu, dengan tidak banyak bicara, melangkah melingkari undak-undakan. Ada yang berjalan dengan menundukan kepala, seolah mencari beberapa keeping uang yang tidak sengaja terjatuh, maklum alun-alun ini berada tepat didepan gedung istana, "siapa tahu beberapa uang receh sempat terlihat oleh mata" katanya sembari terus memicingkan kelopak dan retina mata. Ada juga yang sesekali melirik keadaan sekitar, "tak ada sama sekali pengawal yang terlihat, tak ada polisi atau tentara" bisik hatinya, "ah, mungkin sang presiden dijaga dari jarak jauh, oleh beberapa penembak jitu, mungkin diatas sana" dia melirik ke atas gedung DPR/MPR yang kata orang kalau dilihat sekilas terlihat seperti Vagina perempuan yang masih kuncup. Ada juga ibu-ibu yang sibuk membekap mulut anak-anaknya yang menangis, teriakan-teriakan dan tambur-keroncong dalam perutnya melebihi hingar tangisan dan sedu-sedan anak itu, seorang lelaki tua, berkaki timpang, dengan hati-hati menyeret sebelah kakinya, seolah rumput alun-alun itu adalah lantai pualam sebening kaca istana nabi sulaiman, sedikit goresan kakinya yang timpang berakibat lecetnya keindahan yang tampak sempurna itu. Muda-mudi dengan kecepatan insting hewaninya cepat merespon keadaan seperti itu, sebagai kesempatan sekali seumur hidup untuk hanya sekedar saling bergandeng tangan, saling berbellitan jemari, atau juga ada yang iseng-iseng saling meraba dada dan kelamin lawan jenis masing-masing, desahan-desahan lirihpun muncul, mencipta banyak mata saling melirik curiga, "maklumlah, keseharian mereka selalu disibukkan dengan pikiran-pikiran tentang makanan dan ketakutan yang selalu dan terus mengeram dalam dada dan tempurung otaknya" suatu suara melejit menutupi lirikan jalang mata yang curiga serta menghapus desahan lirih dari bibir pecah merindukan lumatan bibir lawan jenis.

"bapak ibu saudara dan adik-adik sekalian, sebentar lagi Upacara segera dilaksanakan akan tetapi terlebih dahulu", pembawa acara dengan suara dan intonasinya mirip pembaca saritilawah, memecah keheningan alun-alun, "menyatakan bagaimana bapak presiden tiba-tiba mendapat penghargaan besar—korupsi—yang belum dikenal masa jahiliah sekalipun. Logikanya, kalau jaman jahiliah adalah jaman yang sebenar-benarnya orang masuk dalam tataran binatang (dengan indikasi prilakunya), maka kejahatan yang belum dikenal dimasa jahiliyah—taruhlah pra-jahiliyah, adalah kejahatan luar biasa yang melebihi kejahatan yang dilakukan pada masa kejahiliaan, dan levelnya adalah iblis atau malaikat (berbeda tipis saat dilihat dari sudut pandang dan polaritasnya, dan inilah prestasi yang paling membanggakan dari bapak presiden kita yang tercinta"

Suasana hening sejenak, hanya terdengar tarikan nafas perlahan dari microphone.

Bulan purnama berada tepat diatas kepala sang presiden, terlihat semakin jelas raut wajahnya yang bersemu merah tanda beberapa aliran darah terkumpul dikepala, entah merasa malu, cemas ataukah meredam kebahagiaan atas pengukuhannya, hanya sang presiden dan Tuhanlah yang tahu. Beberapa guritan tahuan dan umur menghias beberapa sudut kedua mata tanda telah banyak makan asam garam kehidupan, cetakan hitam yang bergelayut di kelopak bawah matanya yang menggelambir seolah banyak bercerita bagaimana sang presiden nyaris tergannggu tidurnya karena banyak memikirkan kondisi dan masa depan bangsa dan negerinya, hingga suatu saat saat diliput beberapa media sang presiden dengan gagah dan santunya mengatakan "aku tidur hanya beberapa jam, tidak lebih dari empat jam" pernyataan spontan sang presiden disambut dengan rasa kasihan semua orang yang kebetulan melihat berita pada hari itu.Tubuhnya yang telanjang, gemuk dan perutnya menggelambir disna-sini tampak tambah putih, dua titik bersebalahan didadanya; putting terlihat semakin menghitam, kemaluannya yang merunduk, takdim seolah mampu menghayati esensi upacara penyematan tanda Bapak Bangsa.

Upacara dilanjutkan (sebelum semua orang menerima sekantong beras), instruksi mencemooh dan meludahi sang presiden sampai sang presiden menderita tekanan batin dan psikis yang begitu hebat, karena MALU. Malu dan khawatir kembali mendapat cemoohan dari semua orang, dengan kecerdasan penasehatnya presiden harus membuat semacam pengawal (paspampres), kendaraan lapis baja, pesawat dan jet pribadi anti peluru, dan tidak lupa (inilah yang teramat sangta penting merebut perhatian masyarakat) selalu tersenyum untuk mencuri hati semua masyarakatnya hanya agar tidak dicemooh dan direndahkan moralitas dan statusnya sampai pada se-level iblis saat berada ditengah-tengah masyarakat baik secara fisik maupun dalam media, dengan gaya bahasa yang halus, santun serta sopan.

"masyarakatku memang aneh" katanya suatu kali saat memberikan pidato kemerdekaan "selalu saja punya cara yang amat cerdas untuk menghormati presidennya" lanjutnya ditutup dengan senyum simpul yang bersahaja, tempik sorak seketika membahana memenuhi gedung pertemuan sebesar dua kali stadion gelora sepuluh November Surabaya.

Tiba-tiba, tiga pesawat F-16 terbang rendah berdampingan, serta-merta ibarat dikomando melepaskan misilnya bersama-sama dalam waktu yang bersamaan, dengan cepat tanpa jedah sedetikpun, menghancurkan dan meluluh-lantakkan gedung itu,..blooommmm!!!!

Beberapa detik, sang presiden melenggang keluar, dengan mengeratkan tali dasi kemudian masuk limosin hitam, dengan terlebih dahulu mengormat sambil menyungging senyum kearah gedung yang telah menjadi berantakan.

"Astaga!!!" teriakku sambil tersengal, dengan dada berdegup kencang dan keringat yang melahar, aku duduk memeluk lutut sebentar sambil menenangkan pikiran dan perasaan, mataku mengerling ke jarum jam tangan menggeletak diatas tumpukan buku, kemudian segera pergi ke kamar mandi, dan pergi kerja dengan tergesa-gesa "aku telat lagi" kataku sambil berlari-lari kecil karena titik-titik gerimis mulai dihamburkan dari atap langit.

CINTA & CEMBURU (1)

bagaimanakah indikasi fisik orang yang jatuh cinta? kayaknya aku sepakat dengan jawaban avesina (arab; ibnu sina), dan ini telah dilakukan oleh abu nawas saat mendeteksi penyakit pangeran tartar (pendudukan timur leng pasca harun al rasyid), masyarakat pada saat itu banyak menganggap bahwa sang pangeran menderita penyakit misterius, ada yang bilang terkena dukun santet, yang jelas macam-macamlah orang menganggap penyakit si pangeran; beberapa tabib istana tidak mampu mendeteksi penyakitnya apalagi sampai memberikan formula dan resep yang tepat untuk penyakit tersebut.

diundanglah abu nawas (syeh juha; arab) ke istana, mencoba mendeteksi penyakit si pangeran, setelah bertemu berdua dengan si pangeran, abu nawas sambil senyum-senyum melaporkan keadaan si pangeran pada sang raja sekaligus para pembesar lain, tidak terkecuali tabib2 istana yang sangat dipercaya raja.

"yang mulia" kata abu nawas mengawali, tetap dengan mulut menyungging senyum (aku juga senyum pada saat abu nawas mulai bicara) "sang pangeran terkenak penyakit yang tidak ada obatnya dalam belahan dunia manapun, sia-sialah para tabib istana dengan sekuat tenaga membuka-buka buku ketabiban, apalagi buku-buku yang di import dari barat"

semua orang tercengang, semua tabib melongo, tak terkecuali dengan raja sendiri.

"jadi benar, anakku kena santet" tanya raja dengan wajah masam dan geram, wajahnya merah seperti udang rebus setengah matang, semua darahnya mengalir ke kepala, saking marahnya.

"benar yang mulia, sang pangeran terkenak sihir yang sangat ampuh" jawab abu nawas, "pangeran hanya menunggu ajal, tapi terlebih dahulu harus melalui pintu gerbang kegilaan, entah berapa lama hingga sampai ke gerbang maut" lanjut abu nawas dengan tanpa ekspresi.

"gila!!!, apakah memang benar-benar tidak ada obat??? hey!! syeh, kau jangan berbohong, awas!! kepalamu taruhannya kalau kau berbohong"

"hamba jujur yang mulia, hamba tidak bohong, kepala hamba sebagai taruhannya kalau hamba salah apalah sampai berbohong"

dalam ruang pertemuan itu, semua orang pada ribut-ribut, saling berbisik diantara teman sebelah, ada yang percaya, meragukan bahkan tidak percaya, yang terahir ini mereka adalah para tabib istana, selain apa yang mereka dengar tidak ada dalam buku-buku juga guru tabib mereka tidak pernah mengatakan penyakit yang semacam ini.

"bagaimana kau mendeteksi penyakit sang pangeran wahai syeh, sementara kau bukanlah tabib" teriak salah satu tabib istana dengan tidak percaya.

"mudah jawabnya" jawab syeh, "aku hanya mengucapkan beberapa nama, sambil mengamati dengan teliti perubahan wajah, detak jantung dan nadinya, setelah itu aku simpulkan, bahwa sang pangeran terkenak sihir yang sungguh dahsyat"

"hanya dengan cara itu??" timpal tabib yang lain

syeh juga hanya tersenyum sambil sedikit menganggukan kepalanya.

"kalau begitu syeh" tiba-tiba sang raja menyela, "apa kau tahu juga siapa si laknat yang mengirim sihirnya ke anakku??"

"aku tahu yang mulia, aju juga tahu daerah, orang tua dan nama orang itu"

"panglima!!" teriak sang raja "cepat kau bawa pasukanmu cari orang laknat itu, bantai sekalian keluarganya, dan jangan lupa kau bawa kepalanya dihadapanku, aku ingin melihat wajah dan rupa orang yang menyakiti anakku" sang raja sudah tidak mampu mengendalikan kemarahannya, perintahnya diucapkan laiknya guntur di awal musim.

"dan kepalanya akan menjadi dua kalau sudah sampai istana" sela abu nawas

"apa maksudmu wahai abu nawas?"

"benar yang mulia, sampai istana, aku yakin kepala itu akan menjadi dua"

"yang satunya kepalamu syeh" celetuk tabib, disambut dengan gelak tawa semua yang hadir

"bukan kepalaku, wahai tabib yang pandir, tapi kepala sang pangeran"

serta merta semua yang hadir menutup mulutnya, hanya mata mereka membelalak tidak percaya

"yang mulia, sang pangeran terkenak sihir, namanya sihir cinta dan begitulah orang yang jatuh cinta yang mulia, aku yakin orang yang saling mencintai, jangankan sakit mautpun akan dijadikan hanya main-main yang mulia, coba yang mulia pikir dengan otak yang dingin, bagaimana reaksi sang pangeran kalau tahu bahwa orang yang menyihirnya hanya berbentuk kepala? bukan tidak mungkin sang pangeran akan ingin mati juga, menemui orang yang dicintainya, kelaupun tidak sang pangeran seperti mayat hidup, jasadnya utuh tapi tanpa hati dan perasaan, apakah yang mulia ingin sang pangeran, penerus tahta istana menjadi orang yang seperti itu"

sekejab, sang raja hanya duduk diam, tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya, beberapa kali nafas sang raja kelihatan tersengal-sengal tanda perasaannya terhimpit oleh persoalan sang pangeran yang bengitu sangat aneh penyakitnya.

"terus apa yang harus aku lakukan syeh?" tanya sang raja dengan suara hampir berbisik

"pertemukan, hanya itulah satu-satunya obatnya yang mulia"



BERSAMBUNG


*adaptasi bebas cerita abu nawas entah cerita yang mana,..hehehehe

KEWAJARAN

beberapa minggu yang lalu, ada seoarang teman minta sharing tentang thesisnya (karena dalam beberapa hari, dia akan melakukan ujian thesis). kita duduk dan berbincang dengan santai di warung lesehan ketintang,menikmati kopi dan beberapa telur puyuh,setelah agak lama dia bercerita (lebih tepatnya menguraikan tentang isi thesisnya),tiba-tiba dengan ekspresi yang serius melebihi saat dia bercerita tentang isi thesisnya, dia bilang, kalau dia kemarin seharian menyenangkan beberapa anak yatim,terus terang aku terperangah mendengar pengakuannya, kemudian dia melanjutkan ceritanya, dia melakukan demikian agar si anak yatim (yang seharian itu) senang, ceria dan bahagia, dengan begitu teman aku bisa minta tolong untuk mendo'akan keberhasilannya selama menempuh ujian thesis.

aku hanya diam.

aku berfikir ulang, apakah memang benar-benar Gusti Allah mampu dirayu dan ditipu dengan keculasan seperti itu, seperti abu nawas juga melakukannya, bahkan diwujudkan dalam do'a yang banyak kita dengar teks verbalnya? entahlah, aku juga bingung dibuatnya, karena Tuhan sendiri seolah haus akan pujian dan rayuan semacam itu, tapi baiklah persoalan ini nanti dibicarakan dikesempatan yang lain.

persoalan semacam ini juga telah menjadi perdebatan dengan senior (kebetulan kita mendiskusikannya di depan sanggar teater kita) aku saat itu, pun demikian adanya bahkan ditambah dengan penjelasan yang membuat aku semakin terperangah, "anak yatim" katanya "bisa difungsikan selain merayu Tuhan juga mampu menjaga harta kekayaan, juga sekaligus melipatgandakannya, makanya orang-orang kaya yang sedikit banyak paham wacana agamanya selalu memelihara beberapa anak yatim, dengan niat semacam diatas"

pertanyaanku hanya satu saat itu, apakah perbuatan baik dengan niat berbuat baik apakah bisa disebut kebaikan??? kenapa sungguh teramat sangat susah melakukan sesatu apapun itu (termasuk berbuat baik) dengan wajar-wajar saja, toh menurut aku semua kebaikan itu akan selalu diakumulasi bahkan dengan bonus yang bisa melebihi nilai kebaikan itu sendiri?

dan Tuhan tidak buta

TUHAN & PIKIRAN

pada suatu masa; kekeringan melanda bumiku yang sebelumnya sejahtera, semua tanaman tak ada hasil sama sekali, tidak cukup air, jangankan untuk mengairi, minum saja teramat susah. tanah-tanah kering tandus dan pecah-pecah, bibir penghuninyapun pecah dan pasi, tak ada lagi air mata yang keluar, keringatpun mengepul entah kemana perginya, tegasnya semua kering kerontang,..

ditempat yang telah dijanjikan; tiga hari sebelumnya, semua masyarakat dianjurkan puasa, dengan satu niat dan fokus kesadaran, "minta turun hujan". lapangan itu masih kelihatan lengang, hanya ada beberapa baris fatamorgana mempermainkan tanah dengan wajah pecah, beberapa menit munculah beberapa orang dari segenap penjuru sudut lapangan, berjalan gontai (hampir menyerupai pasukan yang kalah di medan perang, semua orang berkumpul tepat di titik tengah lapangan, pada titik itu, tepat diatasnya berdiri seorang tua, beberapa jenggotnya yang panjang dan jarang menjuntai kebawah, bersongkok hitam dengan hiasan kuning keemasan dipelipinya, songkok yang sudah kelihatan usang dan tua, mungkin umurnya setua pemakaianya. bibirnya yang pecah-pasi sedikit ditarik, senyum simpul seolah menggoda fata morgana yang masih saja bersetubuh dengan panas, tidak malu dengan kerontang tenggorokan manusia yang berkumpul ditempat itu, kedua matanya berkilat, menandakan keyakinan diri, surban putih tulang, juga telah usang melilit dileher, satu ujungnya menjuntai didepan dada, yang lainnya di sebelah samping punggung.

tanpa suara, tanpa ribut-ribut dan hidmat, semua orang seolah mempunyai tombol mekanis yang ada dalam diri masing-masing, semua menata diri hingga membentuk barisan panjang (shaf), barisan yang kalau dilihat dari atas hampir menyerupai anak panah dengan titik di ujungnya yang runcing, mengancam dewa panas yang menyebabkan bencana mereka. anak panah dengan titik kecil diujungnya yang runcing itu tersepuh dengan satu niat dan pikiran, mengusir bencana dengan memanggil awan yang datang dengan membawa beberapa air dalam bejana.

aku melihat semua itu dari bawah pohon yang telah terenggut semua daun-daun dan hijau kulitnya; setelah barisan itu rapi dan hidmat, orang tua yang menjadi titik kecil diujung panah yang runcing itu memimpin penyerangan terhadap dewa panas, sekaligus menyatakan keluh kesah pada awan, dengan gerakan-gerakan ritual.

iya, sungguh, aku melihat sesuatu yang terkumpul dari masing-masing orang itu, terkumpul diatas mereka menerobos langit-langit dan jejaring yang sengaja dipasang oleh matahari yang saat itu begitu angkuh, setelah itu gemuruh guntur menyambar-nyambar, memanggil awan yang beberapa bulan menghilang entah kemana, tak sebegitu lama, dengan malu-malu dan sedikit agak malas awan tiba-tiba muncul, terbang kemudian berhenti diatas mereka yang menjalankan ritual. terbang laiknya bidadari membopong bayi peri cantik dengan hati-hati.

aku melihatnya sangat jelas saat awan itu tersenyum, kemudian menumpahkan semua isi bejana yang dibawanya (yang aku personofikasi sebagai anak peri) tepat saat ritual itu selesai dijalankan. pekik kegirangan dan kebahagiaan memuji-muji Tuhan mereka membahana hingga menyerupai suara tambur kemenangan dalam perang, "hujan telah datang, hujan telah datang" hanya kata-kata itu yang selalu terlontar ditiap bibir yang basah karena air hujan.

akupun lari tunggang langgang, terlebih dahulu menutup buku yang beberapa hari ini aku baca THE LOST SYIMBOL, menyelamatkan diri dan buku dari ancaman hujan, gemuruh dan halilintar yang menyambar-nyambar. setelah berhasil menyelamatkan diri dan menghindar, masih sambil bernafas tersengal-sengal dan degup jantung tak beraturan, "Tuhan Maha Cerdas" kataku pada diri sendiri, "makanya Tuhan bilang BERDO'ALAH NISCAYA AKU KABULKAN"


 

Aksara Berdarah Copyright © 2009 REDHAT Dashboard Designed by SAER