SENJA

senja,maaf aku tak lagi kirim puisi
resah terlanjur menggeletari hati
mataku rabun;cepat terhujam kelam-pekat
menjaring tubuhku;limbung,terjebak pukat
sore ringkih,cahya camerlang sebentar pucat
menyumblim aku dengan desau kepak lirih sriti

senja,maaf aku tak kirim sajak
kerinduanku selainmu mengoyak-retak
wajah kekasih murung diujung cakrawala
kau izinkahlah,mengecupnya sekelebatan saja

senja
janganlah kau cemburu
aku dan dia sebenarnya satu
jadi terasing,berbeda,terpisah waktu

kekasihku
kau simpanlah kecupanku

saat bulan penuh
kau kembalikanlah padaku

sekalian dengan bunganya

RAYUAN PAGI DENGAN TEMBANG KINANTI

pagi buta
berlomba sedekah bersama pemulung
mengais nasib baik; menjumputi untung
biarlah dia bawa sekeranjang nilai sisa

aku hanya butuh laiknya sebait puisi
dikoran pembungkus nasi basi
dalam kaleng penyok tak berisi
dan di knalpot mobil bekas politisi

bukan puisi cinta yang aku cari
karena cinta lama teranyam birahi

juga bukan tentang kerinduan
karena alpa menghapus dari ingatan

hanya kehangatan mentari
yang terseduh dalam adonan secangkir kopi
bersama sebaris tembang kinanti

"sliramu manjing marang ati"
(kau menjelma di hati)

MAK

mak,ada celurit di dada langit
bukan nak,itu bulan sabit
milik siapakah itu mak
milik mendiang bapakmu nak
...aku minta mak
jangan nak
karena kita tidak punya sawah
sawah kita kemana mak
kenak gusuran pemerintah nak
pemerintah itu jahat ya mak
,........

mak,aku mau ambil sabit di dada langit
sekalian mau ambil sawah dari pemerintah

*kau pakelah caping biar tidak panas nak*

BUNUH DIRIKU-MENGHUKUMMU

kamar itu sebuah kost-kostan; bentuknya bukan resmi tapi semacam rumah biasa yang di kostkan, sebuah kasur yang teramat tipis karena beberapa tahun telah dipakai, usang dan bergelambir ditiap sisi-sisinya, sebuah almari sangat sederhana dari triplek tipis, lumayan buat menyimpan beberapa pakaian dan buku, meja dengan komputer,serta sound system simbada.

hari minggu, lengang dari para penghuni kost,telah aku rencanakan dengan matang beberapa hari sebelumnya, sebuah tali rafia yang telah keluar dari uji validitas kekuatan menyangga beban 50kg, meja komputer aku angkat ke tengah kamar kost, tepat dibawah belandar yang menyilang, aku buat tumpuan kedua kaki, berdiri tegak, sementara kedua tanganku membimbing kepalaku masuk dalam lingkaran tali rafia, aku eratkan jeratannya di leher, tak ada sedikitpun sisa jarak antara tali rafia dan kulit leher yang melingkar 180derajad, tak ada detak jantung yang menghentak-hentak, keringat yang menjalar ataupun pikiran gila yang menggelayut dalam tempurung otakku.

dua hari sebelumnya telah aku pelajari kejiwaan semacam itu, aku buka dan baca kembali beberapa refrensi yang banyak mengurai tentang mengendalikan perasaan sekaligus memantabkan mental dan pikiran, dari mulai buku-buku yunani kuno, pengetahuan modern sampai pada buku-buku mistisisme dari arab sampai jawa dan berhasil, aku telah sangat mampu mengendalikan diriku, aku adalah milik aku sendiri tak ada satu entitaspun yang berhak atas aku, aku adalah tuan atas diriku sendiri, begitulah kata hatiku setelah menulis satu nama dalam sobekan kertas, ya sebuah nama, sebuah nama yang sengaja aku siapkan, aku tulis dengan tinta pena hitam, tepat ditengah dengan tulisan tangan sederhana.

secarik kertas itu, seolah berisi tulisan raja dan mantra, aku pegang dengan tangan sedikit gemetar, aku taruh dengan hormat dan hati-hati ditengah atas meja komputer, kertas itu sekarang, saat aku berdiri diatasnya berada diantara kedua kakiku yang sedikit berjinjit, tubuhku lurus berdiri, leher sedikit aku panjangkan serta mendongakkan kepala keatas, sial nyamuk tidak sopan menggigit kecil betisku yang bertelanjang celana, tubuhku sedikit goyang-limbung, lingkaran tali rafia semakin menjerat dan melukai kulit leherku, memulasnya berwarna merah-biru, terasa sakit, tapi sedikit. berkali-kali aku goyangkan betisku tapi gigitan nyamuk itu tak mau beranjak, semakin menembus kulit ariku, tali rafia juga semakin kejam menghujam leherku, kini tidak hanya merah-biru tapi juga memar dan sedikit darah keluar dari celahnya, keringatku mulai melahar (oh ya, kamar kostku sangat panas, masuk didalamnya seperti masuk dalam oven) dimulai dari kulit kepala, mengalir melalui celah telinga sebelah belakang dahi dan tengkuk, lelehan keringat hampir bersamaan mengeroyok luka melingkar dari libasan tali ravia, perihnya tak bisa aku tuliskan dan gambarkan dalam kata-kata, sangat perrih, tiba-tiba aku susah bernafas, nafas dalam tenggorokanku seolah dibendung tiba-tiba, aku mengeluarkan suara-suara mengorok seperti orang disembelih, mataku dipenuhi seribu lebih kunang-kunang melayang-terbang dengan riang, sebentar muncul sebentar menghilang, gelap dan pekat sekilas nampak nyata, ini bukan halusinasi atau imajinasi pikirku, karena perih itu masih terus menjalar sampai ke ulu hati, juga ini bukan kamuflase optic kedua mataku, okelah kunang-kunang itu merupakan kamuflase, tapi jedah hitam pekat itu nyata, itu akibat dari tali rafia yang semakin garang menyumbat tenggorokanku, aku tak merasakan lagi gigitan nyamuk, mungkin sudah kenyang kemudian melarikan diri, atau mungkin masih menghisap, inginya menghabiskan dengan tandas darahku, tapi apalah daya, kantong yang dibawanya tak mencukupi semuanya, "rasa sakit itu persepsi" kataku menghibur diri, pertama rasa sakit itu muncul karena gigitan nyamuk, setelah itu tergantikan olah rasa sakit yang lebih kuat dari gigitan nyamuk, maka berpindahlah rasa sakit itu ke leherku yang kini banyak mengeluarkan darah, wajahku tiba-tiba menjadi hangat kemudian panas, darah mulai mengalir dan bermuara dikepala dan berhenti mengalir dengan tiba-tiba, "ah, sebentar lagi aku akan mati, karena aliran darahku tersumbat, tidak ada pilihan lain, semua celah yang ada dikepala pasti dimasuki" maka mengalirlah darah itu, pertama-tama dari celah mata, aku seperti penampakan patung yesus dalam Video clip lagu November Rain-nya Guns'roses, aku kejap-kejapkan kelopaknya, hanya ingin membuktikan serta memastikan dan ternyata benar, "ini bukan air mata, tapi ini nyata darah" pekikku dalam hati, setelah aku alihkan perhatianku kecelah selanjutnya dikepalaku, "terlambat, darah sudah mengalir dari celah telinga, sekarang sudah menetes diatas pundak, terasa hangat" bibirku menggumam tidak jelas, seolah darah telah menjadi lem kayu ampuh untuk membungkam mulutku, tidak rela mengucapkan kata penghabisan, darah yang keluar melalui celah hidung itu tahu bahwa aku sudah tidak punya apa-apa untuk diwasiatkan apalagi di wariskan.

kepalaku yang tadi mendongak, kini dengan perlahan menunduk, tenggorokanku masih menggemakan suara seperti orang disembelih, darah yang keluar dari semua celah kepala mengalir deras, menetes membasahi meja yang aku injak, juga diatas sehelai kertas yang aku tulis sebuah nama itu tadi, "biarlah, biarlah tetesan darah ini menjadikan kematianku sangat dramatis-histeris, sebuah coretan tangan diatas sehelai kertas kemudian diwarnai dengan tetes-tetes darah disana-sini, menambah keseriusan akan perasaanku kepadanya, saat para tetangga menemukan mayatku tergantung seperti ini, leher terjerat tali rafia, dengan lelehan darah di beberapa celah kepala, menambah mencekamnya susana, apalagi kemudian beberapa orang mengambil kertas dengan taku-takut dan tangan gemetar, membacanya, aku yakin kedua mata mereka akan terbelalak, jantung mereka berdegup kencang, kemudian mendesah-menghembuskan nafas dalam-dalam, aku yakin itu. dan separuh dari orang-orang itu akan menanyakan aku, juga nama yang tertera dalam secarik kertas itu yang dihiasi ornament darah asli, pasti sempurna aku menghukumnya, saat orang yang mempunyai nama yang tertera diatas carik kertas itu melihatku, kemudian membaca namanya sendiri, pasti dia akan berteriak histeris, menangis meraung-raung, menjambak dan menarik-narik rambutnya, melolong dan meneriakkan sebuah nama, ya namaku akan diteriakkan, akan didengarkan oleh telinga-telinga yang hadir disitu ataupun yang tidak hadir, apalagi ada wartawan dengan sengaja meliput aksi bunuh diriku, sudah dipastikan namaku akan tertera dengan gagah disalah satu halaman koranya, betapa hebat namaku, melayang-layang, diteriakkan dengan sepenuh kekuatan perasaan, ditulis dengan mata berkaca-kaca, juga diterima oleh telinga dengan dada berdegup tidak karuan macam dan ragamnya.

"kau salah hey darah yang bersimbah melalui seluruh celah dalam kepala, kau salah besar kalau aku tidak punya apa-apa dan tidak berhak mewarisi apapun, kau dengarlah hey darah yang bersimbah, aku telah wariskan dua hal dalam aksi bunuh diriku, pertama, aku wariskan rasa bersalah dan penyesalan yang teramat sangat ke dalam dada si empunya nama diatas kertas itu, yang kedua, tulisanku ini, ya tulisan ini adalah warisanku terahir,….aku menang" Aku tertawa, tapi hanya dalam hati, mulutku telah terkunci rapat, hitam kelam dengan lembut dan lamat-lamat hadir kemudian menguasai kedua mataku, gelap, gelap, gelap,…..pekat.


 

Aksara Berdarah Copyright © 2009 REDHAT Dashboard Designed by SAER